JAKARTA - Industri kelapa sawit Indonesia terus menunjukkan ketahanannya di tengah dinamika ekonomi global. Hingga Agustus 2025, sektor ini berhasil mencatat pertumbuhan yang kuat berkat meningkatnya konsumsi biodiesel dalam negeri dan kinerja ekspor yang tetap solid.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaporkan bahwa produksi minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) mencapai 39,04 juta ton, tumbuh 13,08% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 34,52 juta ton.
Menurut Sekretaris Jenderal GAPKI, Hadi Sugeng, kenaikan produksi tersebut menjadi sinyal positif bagi industri sawit nasional yang terus beradaptasi dengan kebutuhan energi dan pasar global. “Secara keseluruhan, tahun ini kita masih mencatat pertumbuhan positif. Produksi tumbuh 13%, ekspor tetap kuat, sementara konsumsi domestik juga meningkat,” ujarnya.
Peningkatan Produktivitas Dorong Kinerja Sawit
Kinerja positif ini didorong oleh kenaikan produktivitas perkebunan di berbagai wilayah penghasil sawit utama seperti Riau, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Utara. Kondisi cuaca yang relatif stabil sepanjang semester pertama 2025 juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan hasil tandan buah segar (TBS).
Berdasarkan data GAPKI, produksi CPO pada Agustus tercatat 5,06 juta ton atau sedikit menurun 1% dibanding Juli, sementara produksi PKO juga terkoreksi menjadi 481 ribu ton dari 493 ribu ton. Namun, secara kumulatif, capaian tahunan tetap meningkat signifikan dibanding tahun lalu.
“Meski sempat terjadi koreksi bulanan, secara keseluruhan capaian produksi tahun ini menunjukkan tren positif. Peningkatan produktivitas di tingkat perkebunan menjadi faktor utama,” jelas Hadi.
Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa program intensifikasi dan peremajaan sawit rakyat (PSR) mulai memberikan dampak nyata terhadap hasil produksi nasional. Selain itu, efisiensi logistik dan peningkatan kapasitas pengolahan di pabrik kelapa sawit turut memperkuat kinerja sektor hulu.
Biodiesel Jadi Penggerak Konsumsi Domestik
Dari sisi permintaan, konsumsi dalam negeri naik menjadi 2,1 juta ton pada Agustus, meningkat dari 2,03 juta ton pada bulan sebelumnya. Pendorong utama kenaikan tersebut berasal dari sektor energi, khususnya biodiesel, yang naik 5,71% menjadi 1,11 juta ton per bulan.
“Permintaan dari sektor energi masih menjadi penopang utama. Konsumsi biodiesel meningkat cukup signifikan,” ujar Hadi.
Program biodiesel menjadi salah satu pilar kebijakan energi nasional dalam mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Dengan mandatori campuran biodiesel (B35), permintaan sawit dalam negeri terus meningkat, memberikan nilai tambah bagi petani dan pelaku industri.
Selain sektor energi, konsumsi untuk kebutuhan pangan juga tumbuh 1% menjadi 806 ribu ton, menunjukkan permintaan yang tetap stabil di pasar domestik. Sementara itu, konsumsi oleokimia sedikit terkoreksi 1,08% menjadi 183 ribu ton karena fluktuasi permintaan industri global.
Ekspor Sawit Tetap Kuat di Tengah Koreksi Volume
Dari sisi perdagangan, ekspor produk sawit pada Agustus tercatat 3,47 juta ton atau turun 1,81% dibanding Juli. Penurunan terutama terjadi pada ekspor CPO mentah yang melemah 21%, seiring meningkatnya pasokan untuk kebutuhan dalam negeri.
Namun, ekspor minyak sawit olahan justru naik 1,56% menjadi 2,34 juta ton, menunjukkan pergeseran orientasi industri menuju produk dengan nilai tambah lebih tinggi. Meski volume ekspor menurun, nilai ekspor justru meningkat.
“Nilai ekspor pada Agustus naik menjadi US$3,82 miliar, tumbuh 3,5% dibanding bulan sebelumnya. Secara kumulatif, nilai ekspor Januari–Agustus 2025 mencapai US$24,78 miliar, naik hampir 43% dibanding tahun lalu,” jelas Hadi.
Kenaikan nilai ekspor tersebut ditopang oleh harga internasional minyak sawit yang lebih tinggi. Harga rata-rata sawit global mencapai US$1.204 per ton CIF Rotterdam, naik dibanding rata-rata US$1.009 per ton pada periode yang sama tahun 2024. Kondisi ini menjadi katalis positif bagi pendapatan negara dan pelaku usaha sawit.
Prospek Industri Sawit Tetap Cerah
GAPKI mencatat, stok akhir Agustus berada di level 2,54 juta ton, turun 10% dari bulan sebelumnya. Penurunan ini menunjukkan kuatnya permintaan baik dari pasar ekspor maupun konsumsi domestik.
“Rata-rata stok awal tahun memang lebih rendah sekitar 18%, tetapi hal ini menunjukkan pasar yang bergerak cepat, baik di dalam negeri maupun luar negeri,” ungkap Hadi.
Dengan permintaan global yang tetap solid serta keberlanjutan program biodiesel di dalam negeri, GAPKI memproyeksikan industri sawit masih akan tumbuh stabil hingga akhir 2025. Nilai ekspor berpotensi menembus US$30 miliar apabila harga CPO global tetap tinggi.
Optimisme ini diperkuat oleh langkah-langkah pemerintah dalam mendorong keberlanjutan industri sawit melalui sertifikasi ISPO dan peningkatan efisiensi logistik ekspor. Selain itu, diversifikasi pasar ke kawasan Afrika dan Timur Tengah juga memberikan peluang baru di tengah perlambatan ekonomi global.
Ke depan, kolaborasi antara pelaku usaha, pemerintah, dan masyarakat akan menjadi kunci dalam menjaga stabilitas industri sawit nasional. Dengan dukungan kebijakan yang tepat dan penguatan daya saing di rantai pasok global, industri sawit Indonesia diyakini mampu terus menjadi penopang penting ketahanan ekonomi dan energi nasional.